Jakarta – Penataan dan pengelolaan pertambangan rakyat menjadi kunci dalam mendorong pembangunan berkelanjutan. Dalam upaya tersebut, pemerintah melakukan audiensi untuk membahas langkah-langkah konkret yang diperlukan dalam menanggulangi praktik pertambangan ilegal sambil tetap berfokus pada kebutuhan masyarakat.
Pertemuan yang diadakan oleh Kemenko Polkam dan Ditjen Minerba Kementerian ESDM menyoroti pentingnya transformasi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) menjadi izin resmi. Langkah ini penting untuk memberikan kepastian hukum bagi para penambang dan meredam praktik Pertambangan Tanpa Izin (PETI), menjaga keseimbangan antara keamanan kerja, penerimaan negara, dan perlindungan lingkungan.
Urgensi Legalisasi Pertambangan Rakyat
Legalisasi WPR bertujuan untuk memberi ruang bagi penambang agar dapat beroperasi dalam kerangka hukum yang jelas. Hal ini diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dari praktik PETI yang tidak terkelola, mengingat situasi saat ini menyisakan persoalan yang rumit di lapangan. Data mengenai PETI menunjukkan bahwa lebih banyak masyarakat yang terlibat, tetapi dengan legalitas yang minim atau tidak ada sama sekali.
Pemerintah kini fokus pada penciptaan basis data nasional yang valid untuk menargetkan area-area dengan aktivitas PETI yang tinggi. Dengan begitu, semua kegiatan pertambangan yang dilakukan akan lebih terukur dan dapat diawasi dengan lebih baik. Melalui regulasi yang jelas dan sistem yang transparan, diharapkan para penambang mendapatkan keuntungan sekaligus menjaga lingkungan hidup.
Struktur Kolaboratif untuk Penanganan Tantangan
Strategi kolaboratif antar sektor menjadi bagian integral dari solusi yang ditawarkan. Rakor (Rapat Koordinasi) berfungsi sebagai platform untuk menyatukan visi dan mengatasi berbagai hambatan yang ada. Oleh karena itu, dibutuhkan dialog terbuka antara pemerintah daerah dan masyarakat untuk membahas keinginan dan kebutuhan di lapangan.
Asisten Deputi Koordinasi Penanganan Kejahatan Konvensional menyampaikan bahwa tindakan hukum saja tidak cukup. Ada aspek sosial dan ekonomi yang harus diperhatikan, di mana masyarakat harus dilibatkan dalam skema legal WPR dan IPR. Pemberdayaan masyarakat menjadi fokus, agar mereka tidak kehilangan mata pencaharian akibat kebijakan yang diterapkan. Kerja sama lintas sektor diharapkan dapat menciptakan model pembangunan ekonomi yang tidak hanya berkelanjutan tetapi juga inklusif.
Melalui pendekatan yang partisipatif ini, diharapkan masalah yang ada dapat diubah menjadi peluang, dengan menciptakan tata kelola pertambangan yang baik, adil, dan mampu menyejahterakan masyarakat. Semangat kolaborasi akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan pelestarian lingkungan, sehingga semua pihak akan merasakan dampaknya secara positif.
Dengan memprioritaskan inklusivitas dalam perencanaan dan pelaksanaan, pemerintah berupaya memastikan bahwa setiap langkah ke depan membawa masyarakat menuju kesejahteraan, tanpa mengabaikan isu-isu lingkungan yang ada. Melalui kerjasama yang solid, penataan pertambangan rakyat dapat menjadi model pembangunan yang berhasil, memperkuat komitmen semua pihak dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.