Jakarta memiliki tantangan besar dalam menjaga kebersihan dan kesehatan sungainya. Sungai-sungai di ibu kota, yang berfungsi penting bagi kehidupan masyarakat, kini terancam pencemaran akibat limbah domestik dan aktivitas lainnya. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama berbagai stakeholder berkomitmen untuk mengembalikan kejernihan sungai-sungai utama seperti Ciliwung, Cipinang, Sunter, Cideng, dan Grogol.
Data terbaru menunjukkan bahwa kualitas air sungai semakin memburuk, memicu keprihatinan di kalangan warga. Salah satu penyumbang utama pencemaran adalah limbah domestik, baik dari rumah tangga maupun usaha kecil. Bagaimana langkah konkret yang diambil untuk menjawab permasalahan ini?
Pengelolaan Limbah Domestik di Jakarta
Dalam upaya mengatasi pencemaran, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta mengadakan inisiatif bersama Lembaga Teknologi Fakultas Teknik Universitas Indonesia (LEMTEK UI). Mereka melakukan inventarisasi terhadap beban pencemar di kelima sungai tersebut. Hasil inventarisasi menunjukkan bahwa pengolahan limbah jenis black water, yaitu air limbah yang berasal dari toilet, cukup baik dengan tingkat pengolahan mencapai 95–98 persen.
Namun, situasi berbeda terjadi pada grey water, yaitu air limbah dari aktivitas mencuci, mandi, dan memasak. Angka pengolahan untuk grey water masih sangat rendah, dengan 95 persen limbah di Ciliwung dan 91 persen di Cipinang tidak terolah. Hal ini mencerminkan bahwa sistem pengelolaan air limbah domestik di Jakarta belum menyentuh seluruh aspek yang diperlukan.
“Hal ini menjadi masalah serius yang harus segera diatasi. Keterbatasan dalam mengelola limbah, terutama grey water, menunjukkan bahwa kita masih memiliki pekerjaan rumah yang besar,” jelas Mochamad Adhiraga Pratama dari LEMTEK UI.
Kolaborasi untuk Sungai yang Lebih Sehat
Pencemaran sungai tidak hanya berasal dari limbah domestik, tetapi juga dari berbagai kegiatan seperti usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan pasar tradisional. Banyak pelaku usaha yang belum dilengkapi dengan fasilitas pengolahan air limbah yang memadai, sehingga menambah tingkat pencemaran. Strategi kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat menjadi kunci untuk mengatasi masalah ini.
“Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Kami memerlukan kolaborasi dari seluruh elemen, termasuk masyarakat, pelaku usaha, dan akademisi, untuk mewujudkan sungai-sungai Jakarta yang bersih dan sehat,” kata Iwan Kurniawan, Kepala Biro Pembangunan dan Lingkungan Hidup Setda Provinsi DKI Jakarta.
Dengan peluncuran program-program seperti Jakarta Bebas Sampah dan Naturalisasi Sungai, diharapkan dapat membangun kesadaran kolektif dalam menjaga kebersihan sungai. Langkah nyata juga diambil melalui pengawasan ketat terhadap sumber pencemar dan penerapan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) sebagai bentuk komitmen pemangku kepentingan.
“Kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga kualitas air. Melalui pembinaan dan pengawasan, kami mencoba membantu pelaku usaha untuk mematuhi ketentuan yang ada, agar limbah yang dihasilkan dapat dikelola dengan baik,” tambah Asep Kuswanto, Kepala DLH DKI Jakarta.
Sinergi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat dibutuhkan untuk sebuah solusi berkelanjutan. Dengan langkah-langkah konkret dan kolaborasi yang kuat, harapan untuk menjadikan sungai-sungai di Jakarta sebagai sumber kehidupan yang bersih bukanlah hal yang mustahil.