Post Views: 419
Jakarta, Indonesia — Meski musim kemarau sudah tiba, hujan dengan intensitas tinggi masih mengguyur banyak daerah di Tanah Air. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi fenomena ini akan berlangsung hingga Oktober 2025.
Sesuai penjelasan dari Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, fenomena curah hujan yang anomali ini sudah terpantau sejak Mei 2025 dan dipicu oleh berbagai faktor atmosfer dan kelautan. “Melemahnya Monsun Australia yang berasosiasi dengan musim kemarau membuat suhu permukaan laut di selatan Indonesia tetap hangat, sehingga berkontribusi terhadap terjadinya anomali curah hujan ini,” jelas Dwikorita dalam konferensi pers daring bertajuk ‘Perkembangan Cuaca dan Iklim’.
Penyebab Hujan Anomali di Indonesia
Beragam faktor menyebabkan fenomena hujan yang tidak biasa ini. Gelombang Kelvin yang melintas di pesisir utara Jawa, pelambatan, dan belokan angin di bagian barat dan selatan Jawa, serta konvergensi angin dan labilitas atmosfer lokal mengakibatkan pertumbuhan awan hujan yang lebih cepat.
Dengan melihat pengamatan iklim global, BMKG memprediksi bahwa fenomena El Niño-Southern Oscillation (ENSO) dan Dipole Mode Oscillation (IOD) tetap berada pada fase netral di paruh kedua 2025. Hal ini mengindikasikan sebagian besar wilayah Indonesia berpotensi mengalami curah hujan di atas normal selama musim kemarau, yang sering disebut sebagai kemarau basah. Pengetahuan ini amat penting agar masyarakat dapat berpersiapan lebih baik terhadap kemungkinan hujan yang berlimpah.
Dampak Cuaca Ekstrem dan Upaya Mitigasi
Dengan kondisi cuaca yang fluktuatif ini, dampak terhadap beberapa wilayah dapat terlihat jelas. Contohnya, pada 5 Juli 2025, hujan lebat dengan intensitas lebih dari 100 mm per hari melanda Bogor, Mataram, dan daerah di Sulawesi Selatan, yang kemudian menimbulkan bencana seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor.
Direktur BMKG mengingatkan akan pentingnya kesadaran masyarakat mengenai potensi resiko cuaca ekstrem yang dapat menggangu aktivitas harian. Sebagai contoh, hujan yang relatif tinggi di Jakarta timur pada 6 Juli menyebabkan genangan dan kerusakan infrastruktur yang signifikan. Hal ini menyoroti tegas perlunya perencanaan yang baik dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur serta mitigasi bencana.
Berdasarkan pemantauan BMKG, potensi cuaca ekstrem ini diramalkan akan berlanjut hingga seminggu ke depan, terutama di Jawa bagian barat dan tengah, Jabodetabek, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, serta wilayah Indonesia lainnya. Oleh karena itu, BMKG mengimbau kepada masyarakat untuk tetap waspada dan bersiap menghadapi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi akibat fenomena cuaca ini.
Di samping hal tersebut, upaya mitigasi juga dilakukan melalui komunikasi yang baik antara BMKG, BNPB, BPBD, serta operator transportasi. Operasi modifikasi cuaca yang dilaksanakan mulai 5 Juli 2025 di DKI Jakarta dan Jawa Barat, diharapkan dapat membantu mengatasi masalah dampak cuaca ekstrem ini.
Dengan pemahaman yang lebih baik akan fenomena cuaca ini, diharapkan masyarakat dapat lebih siap dalam menghadapi masalah yang berkaitan dengan perubahan cuaca. Ketahanan masyarakat dalam menghadapi cuaca ekstrem sangat penting untuk menjaga keselamatan dan keamanan.
