Post Views: 120
Jakarta – Batik bukan sekadar kain bermotif indah tetapi sebuah warisan budaya yang menyimpan filosofi, sejarah, dan kebanggaan bangsa. Namun, di tengah tantangan zaman dan tuntutan pasar global yang semakin peduli pada lingkungan, industri batik dituntut bertransformasi menuju produksi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Kementerian Perindustrian menegaskan bahwa transformasi ini tidak bisa berjalan sendiri, melainkan memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, pelaku usaha, asosiasi, hingga masyarakat luas. Menurut Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka, penerapan prinsip keberlanjutan dapat dimulai dari proses produksi, tetapi perlu didukung aspek lain seperti regulasi, teknologi, standardisasi, pengurangan dampak lingkungan, serta dukungan dari konsumen dan masyarakat.
Strategi Mendorong Keberlanjutan di Industri Batik
Dalam membangun ekosistem batik berkelanjutan, Kementerian Perindustrian menjalin kerja sama dengan unit kerja dan pemangku kepentingan lain. Kolaborasi ini bertujuan untuk menghasilkan kebijakan yang tepat sasaran dan efektif. Diskusi bertema “Cinta Wastra Nusantara: Penerapan Keberlanjutan Lingkungan pada Industri Batik” menjadi salah satu langkah nyata untuk mencapai tujuan tersebut. Diskusi ini menghadirkan pembicara lintas sektor yang dapat memberikan wawasan baru untuk mendukung keberlanjutan.
Dari sisi produksi, penggunaan bahan baku alami yang mudah terurai dan bebas bahan kimia berbahaya menjadi key performance indicator. Hal ini sangat mungkin dilakukan karena dukungan sumber daya alam Indonesia yang kaya. Di samping itu, inovasi yang terjangkau bagi industri kecil dan menengah (IKM) juga sangat penting untuk memastikan bahwa teknologi baru dapat diadopsi dengan luas.
Pentingnya Kolaborasi dalam Menciptakan Industri Ramah Lingkungan
Sebagai bagian dari transformasi menuju industri batik yang berkelanjutan, dukungan berupa insentif fiskal dan nonfiskal, edukasi, serta pendampingan untuk industri yang menerapkan standar hijau sangat dibutuhkan. Penerapan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) pada pengelolaan air limbah batik juga dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan. Dengan kolaborasi yang baik antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat, cita-cita untuk menciptakan industri batik yang ramah lingkungan bukanlah hal yang mustahil.
Transformasi ini diharapkan tidak hanya menjaga kelestarian lingkungan, tetapi juga mengangkat citra batik Indonesia di mata dunia. Dengan terus berinovasi dan beradaptasi, industri batik tidak hanya akan bertahan dalam kompetisi global, tetapi juga akan memperkuat ekonomi pelaku industri dari hulu hingga hilir.