Post Views: 353
Jakarta – Bukti-bukti geologi menunjukkan bahwa tsunami raksasa di selatan Jawa bukan sekadar kemungkinan, melainkan suatu peristiwa yang pernah terjadi berulang kali dalam sejarah. Hal tersebut disampaikan oleh seorang peneliti terkait kebencanaan geologi, dalam forum diskusi yang diadakan di Jakarta baru-baru ini.
Sejak terjadinya tsunami Pangandaran pada tahun 2006, tim peneliti telah melakukan studi paleotsunami di berbagai lokasi sepanjang pantai selatan Jawa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian tsunami besar memiliki siklus antara 600 hingga 1.200 tahun.
Pola dan Siklus Terjadinya Tsunami
Secara historis, setiap kali tsunami terjadi, magnitudonya selalu berada di bawah 8. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa perulangan gempa besar dengan magnitudo 9 di selatan Jawa diperkirakan terjadi setiap 675 tahun sekali. Penelitian ini berfokus untuk membuktikan pola tersebut, karena jika gempa dengan magnitudo 9 benar-benar terjadi, area yang terdampak bisa mencapai lebih dari 900 kilometer. Hal ini berpotensi berdampak besar bagi seluruh kawasan selatan Jawa.
Menggali lebih dalam, tim riset menemukan beberapa situs penting di sepanjang pantai dengan bukti lapisan geologi yang mengindikasikan adanya tsunami. Misalnya, di Lebak, Banten, ditemukan lapisan pasir yang kaya akan mikrofauna laut serta bongkahan kayu di kedalaman yang mencolok. Di Pangandaran, Jawa Barat, keberadaan lapisan pasir yang bergelombang juga menandakan perubahan lingkungan akibat gempa dan tsunami besar. Hal ini penting bagi pemahaman kita tentang sejarah geologis kawasan tersebut.
Tantangan dalam Penelitian Tsunami dan Pentingnya Strategi Mitigasi
Penelitian tentang tsunami tidak hanya berhenti pada identifikasi bukti geologi saja, tetapi juga harus memahami dan menganalisis karakteristik tsunami secara rinci. Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab, seperti berapa banyak gelombang tsunami yang terjadi, seberapa besar genangan yang ditinggalkan, hingga berapa lama waktu evakuasi yang tersedia sebelum tsunami datang. Kegiatan analisis lebih lanjut tentu menjadi krusial dalam mendapatkan gambaran yang lebih utuh.
Dengan populasi yang semakin padat di wilayah selatan Jawa, risiko bencana kini meningkat signifikan. Diperkirakan, hingga tahun 2030, sekitar 30 juta penduduk dapat terpapar risiko tsunami jika terjadi gempa megathrust. Keterhubungan infrastruktur yang semakin baik ke wilayah pesisir juga dapat memperparah dampak tsunami. Oleh karena itu, riset paleotsunami menjadi sangat penting dalam merencanakan mitigasi dan sistem peringatan dini. Hasil penelitian ini akan menjadi dasar bagi pemerintah baik pusat maupun daerah dalam menentukan arah pembangunan di wilayah selatan Jawa.
Di akhir, pentingnya kesadaran akan risiko bencana seperti tsunami harus disertai dengan tindakan nyata dalam perencanaan dan kebijakan, agar masyarakat dapat lebih siap menghadapi kemungkinan yang ada di masa depan.
